Asal Mula Rumah Siput

Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon .
Malam terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim Hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air hujan yang jatuh,.. siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, gumam siput dalam hati.
Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk ,, tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur,
Dengan hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah, kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya, tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru….
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang dapat menjadi rumahku !!! siput bersorak senang, aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak aka nada burung pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang menembus ke batu ini.
Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat ringan….
Karena lelah dan kedinginan, Siput masuk ke dalam cangkang itu , merasa hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.
Ketika pagi datang, Siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi, tidak ada yang akan menggangguku, …. aku akan membawa rumah ini bersamaku ke manapun aku pergi.

Betty Veve [mami_veve10 @yahoo.com]
Read more »

Cerita anak: Kisah Malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga yang memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.

Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya.

Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata. Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tibatiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.

Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak.

Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya.

Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

HIKMAH: Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.



Read more »

Seekor Musang dan Kura-Kura




Seekor Musang kebetulan sedang berkeliaran di dekat sebuah  sungai di hutan. Sambil mencari makan  dan  bermain-main sendirian. Tiba-tiba ia melihat seekor kura-kura, yang sedang berusaha melewati sebuah sungai kecil. Melihat kura-kura tersebut, diapun tertawa melihat cara  berjalannya yang sangat pelan. Kemudian diapun mengejek si kura-kura, “hayo cepat melangkah hai kura-kura, engkau telah berlatih bertahun-tahun namun tetap saja lamban, apakah engkau tidak merasa bosan dengan kehidupan mu itu? Aku dapat berlari melampaui mu, dan bolak-balik  menyeberangi sungai ini beberapa kali sebelum engkau berhasil menyelesaikan usahamu menyeberangi sungai ini,” kata musang dengan nada sombong.
Karena tidak mendapat tanggapan dari kura-kura. Musangpun bermain-main seorang diri, dan  berusaha mencari ikan di tepi sungai kecil tersebut, sambil sesekali memperhatian kura-kura.  Setalah beberapa saat, musang  kembali mengolok-ngolok kura-kura. “Hai kura-kura, apakah engkau mendengar ucapanku tadi?  Apa karena kakimu pendek menyebabkan telingamu juga tertutup dan sulit untuk mendengar ucapanku?” Karena jengkel, mendengar ejekan si musang, kura-kurapun  menoleh kerah si musang dan berkata, “Jangan sombong kamu musang! kalau engkau berani, mari kita bertaruh untuk menyebrangi sungai ini melalui sebatang kayu diseberang sana.”  Tentu saja, tantangan ini bukan saja memancing gelak tawa musang namun juga beberapa hewan lain yang kebetulan berada disekitar sungai itu.
Karena merasa tantangannya tidak digubris si musang. Sekali lagi kura-kura itu berteriak, “Hai kamu musang,  aku serius dengan tantangaku, kenapa engkau hanya diam saja? Apakah engkau takut berlomba denganku?” Terdengar dari jauh, suara hewan lain tertawa sambil berkata, “Ayo musang, kenapa kamu takut dengan tantangan itu?”.  Mendengar gelak tawa beberapa hewan itu, musang pun berkata,  “Baiklah kura-kura, aku  setuju! Anggap saja engkau tidak waras mengajakku berlomba, karena tidak mungkin seekor kura-kura dapat memenangkan perlombaan ini melawan musang. Oleh karena itu aku berikan kesempatan engkau berjalan terlebih dahulu melalui sebatang kayu tersebut.”
Kura-kura menantang berlomba (http://greenpiecescartoons.blogspot.com)

Karena menganggap enteng dan merasa tantangan itu tidak masuk akal.  Diapun bermalas-malasan dibawah sebuah pohon, untuk mengeringkan badannya karena sehabis mencari  ikan,  sambil mengamati kura-kura itu melangkah. Beberapa menit kemudian, karena merasa kura-kura belum juga menyelesaikan separuh dari perjalannya melewati sungai tersebut, ia pun kembali berkata,  “aku kasihan melihat engkau melangkah hai kura-kura, oleh karena itu aku memberikan kesempatan kepadamu  beberapa menit lagi untuk mendekati seberang sungai ini, karena aku hanya memerlukan waktu semenit saja untuk mendahuluimu.” Setelah berkata, musang itu kembali bermalas-malasan di bawah pohon. Tanpa disadarinya, ia pun tertidur.
Semua hewan mengetahui hal itu, namun membiarkan kura-kura tetap melangkah perlahan-lahan.  Terlihat beberapa hewan mendekatinya dan berkata sambil berbisik, “Hai kura-kura cepatlah engkau melangkah, kebetulan si musang sedang tertidur. Apabila engkau dapat memenangkan perlombaan ini, kami semua akan menjadi sahabat setiamu.” Medengar hal itu, kura-kurapun menjadi semangat dan berusaha mempercepat langkahnya.  Tanpa disadari si musang, kura-kura sudah hampir menyelesaikan perlombaan, tinggal beberapa langkah lagi.
Hari mulai terasa gelap, dan langit mulai mendung. Rintik  hujanpun mulai terdengar dan membasai pepohonan. Karena merasa tubuhnya basah, musangpun terbangun dari tidurnya. Tanpa disadarinya kura-kura tinggal menyelesaikan beberapa langkah lagi untuk memenangkan perlombaan. Tanpa pikir panjang, diapun langsung berlari menyusuri sebatang pohon itu. Namun karena masih dalam keadaan mengantuk, diapun tergelincir dan masuk ke dalam sungai.  Tentu saja, keadaan itu sangat menguntungkan kura-kura.
Akhirnya kura-kura menyelesaikan perlombaan itu, mengalahkan si musang yang tertinggal dibelakangnya, karena harus berenang di derasnya arus sungai itu. Semua hewan pun bersorak sorai,  dan tentu saja si musang menjadi malu karena tingkah laku dan kesombonganya.

***
Dari cerita di atas, kita diingatkan untuk tidak mencontohi orang sombong yang biasanya menganggap remeh orang lain yang menurut mereka lebih kecil, baik secara fisik maupun.
Read more »